Kamis, 05 Juli 2018

Revan dan Adira

Batas Waktu


     “Kayaknya ini cocok deh” ujarku sembari memoles lipstick berwarna pink nude di depan cermin. Kemudian berkacak pinggang, memastikan bahwa penampilanku malam ini sudah terlihat OK.
Tiba-tiba ponselku berdering di atas tempat tidur. Segera ku hampiri diikuti sesimpul senyum kemudian.

“Halo” ujarku
.
“Cepet berangkat, jemput” semburnya tiba-tiba. Perkenalkan dia Revan, temanku. Kalian pasti tau lah konotasi teman yg satu ini seperti apa, karena jujur aku tidak suka menyebutnya sebagai pacar. Geli tau hahaha.

“Hah jemput? Mana ada orang mau ngedate cewek jemput cowok” serangku tak mau kalah. Di rumah ngga ada kendaraan, dipakek semua” jawabnya dengan nada cengengesan.

“Iyadeh, untung ya aku baik hati” dalam hubungan kami, kami ngga pernah saling gengsi. Tidak ada secara terang-terangan mendominasi, artinya kita berusaha untuk saling seimbang dan melengkapi, tidak berat hati pula. Toh, aku melalukan sesuatu yg membuatku senang.

“Tapi aku ke apotik dulu ya” imbuhku.

“Kamu sakit?” nada bicaranya tiba-tiba berubah.

“Enggalah” jawabku santai.

“Terus?”

“Obatnya buat kamu” jawabku sembari memasukkan dompet ke dalam tas.

“Buat aku? Aku ngga sakit” jawabnya.

“Ini buat jaga-jaga aja, aku ngga mau kamu sakit kayak kemaren. Sendiri di rumah dan males buat keluar. Ujung-ujungan malah tambah parah. Apalagi hampir tiap bulan kamu flu dan batuk. Aku sampai hafal tiap suaramu beda, kamu pasti lagi flu atau batuk. Kamu sih kebanyakan begadang, ngerjain tugas di warung kopi” Aku ngerocos, saking hafal dengan kebiasaannya. Dia diam, tidak menjawab sepatah katapun.

“Udah ya, aku berangkat. Jangan cerewet!” godaku. “Eh kok mendung ya”

“Yaudah hati-hati di jalan jangan ngebut. Kalo hujan jangan pulang, berhenti terus minggir”

“Emang kenapa kalo pulang?” tanyaku.

“Nanti kita ngga jadi ketemu, kapan lagi ketemu aku”

“Keliatan banget pengen ketemu hahaha”

“Udah sana berangkat” ujarnya kemudian menutup telepon.

     Aku menutup telepon kemudian memandangi wallpaper handphoneku, diikuti sesimpul senyum. Padahal kita akan bertemu, tapi aku selalu suka berbincang dengannya, meskipun hal yg paling tidak penting sekalipun. Aku segera menyambar kunci motorku dan segera berangkat. Kemana-mana kami selalu naik motor dan itu menyenangkan. Satu hal yg paling aku suka, aku bisa melihat berbagai macam ekspresi wajahnya dari kaca spion secara diam-diam, ssttt jangan bilang dia ya.

     Seperti kataku tadi, tujuanku mampir ke apotik terlebih dahulu sebelum menjemputnya. Setelah membayar di kasir, ketika berada di tempat parkir, aku mendanga melihat langit.

“Mendung” aku merasakan tetesan air mengenai wajahku. Akhirnya aku memutuskan untuk berteduh terlebih dahulu di apotik karena cuaca tidak mendukung.

“Hujan, kali ini saja jangan lama-lama” aku menghembuskan nafas berat sembari menunggu hujan reda.Mengetuk-ngetukkan jari pada kursi, kakiku tidak mau diam, aku cemas. Tiba-tiba handphonku berdering.

“Halo, masih hujan” ujarku

“Iya, tunggu hujannya reda ya. Jangan hujan-hujan” katanya lembut.

“Iya” ujarku singkat.

“Yaudah nanti kabari lagi”

“iyaa, bentar lagi paling reda” Aku menutup pembicaraan kami. Menunggu sekitar 15 menit, setelah merasa cuaca mulai bersahabat kemudian segera menuju rumah Revan.

“Aku udah di depan, cepet keluar” segera ku klik tulisan kirim ke line Revan, dengan perasaan tidak sabar. Beberapa menit kemudian sosok cowok bertubuh lebih tinggi dariku, memakai kemeja biru tua bercorak dan sepatu senada berjalan menghampiriku. Dia tersenyum tipis melihatku, ah aku selalu suka itu. Aku berusaha tak membaas senyumnya, menyembunyikan di balik kaca helmku. 

“Mau kemana ini?” tanyanya sembari memakai helm.

“Katamu ke café biasa, tapi bosen. Aku tau café baru. Kayaknya suasananya enak deh. Yuk kesana” ajakku.

“Boleh” akhirnya kami berangkat.

Setelah sampai di café, kami segera memilih tempat duduk, memilih di ruangan terbuka dan memesan beberapa makanan. Aku menyodorkan buku menu kepada Revan. “Kamu pesen apa?” ujarku, dia malah balik bertanya. “Kamu duluan” jawabku.

“Hmmmm” Revan membolak balik menu-menu yg tersedia. “Cepet” ujarku menggoda.

“Nasi goreng enak ngga ya?” tanyanya padaku. Aku hanya menggeleng sembari menatapnya.

“Yaudah deh nasi goreng sama es teh” aku segera menulis pada secarik kertas. “Yakin es tehnya cuma satu? Ngga mau nambah?” aku menggodanya kembali. Bukan karena Revan suka es teh, tapi entah kenapa setiap memesan makanan dan minuman, minuman yg dipesan Revan akan habis terlebih dahulu dibanding makanan yg ia pesan dan itu selalu ku amati. Revan menggeleng, “nanti kan ada minummu” jawabnya. Aku menyipitkan mata sok sinis. Aku menulis pesanan Revan dan pesananku, roti bakar, kentang goreng dan milo es.

     Kami berbincang-bincang seru, diikuti cekikan tawa entah apa yg ditertawakan. Revan selalu tau bagaimana cara memilih topik pembicaraan kemudian disusul tawa. Aku tidak bisa menyembunyikan itu, terlebih di depan Revan. Sambil menunggu pesanan datang Revan membuka laptop miliknya. “Mau ngapain?” tanyaku. “Mau pindahin file” heran, kenapa ngga dirumah aja, batinku.

     Setelah makanan datang kami menikmati makanan terlebih dahulu, “Tuh kan minum mu cepat habis” omelku. Revan sedang memakan nasi goreng sembari memainkan handphone miliknya. Aku mengambil laptop Revan, memindahkan di depanku. Melihat isi flashdisknya, lalu membuka sebuah file.

“File apa ini?” tanyaku.

“Itu beberapa mata kuliah yg akan ku ambil di semester depan” di file itu tertera beberapa mata kuliah lengkap dengan nama-nama dosen. Aku iseng bertanya

“Kenapa kamu memilih dosen ini?” tanyaku kemudian menatapnya lekat-lekat.

“Karena dosennya cantik” ujar Revan. Aku tertawa. “Terus kenapa?” lanjutku.

“Soalnya dosen itu gampang ngasi nilai” aku tersenyum menahan tawa, aku tidak paham apa hubungan cantik dengan nilai. Tapi begitulah Revan kadang tidak jelas.

“Terus kenapa mata kuliah ini milih dosen ini” aku lanjut bertanya pada mata kuliah selanjutnya.

“Soalnya dosen itu sibuk” jawab Revan.

“Terus?”

“Biar tiap mata kuliah itu kosong” jawabnya enteng

“Hahaha” aku tertawa.

“Lalu kenapa dosen ini?” Aku terus menanyakan alasan dia memilih dosen.

“Soalnya dosen itu sudah tua” jawabnya sambil tertawa.

“Husss” aku menyenggol lengannya.

“Iya, biar ngga banyak tugas” aku tertawa melihat ekspresi Revan. “Kamu ini niat kuliah atau apa” ujarku.

     Tidak hanya itu, kami terus berbincang-bincang. Merencanakan jadwal-jadwal petemuan kita selanjutnya. Sebentar lagi sudah masuk kuliah, kami berdua bukan tipe yg sering bertemu karena kesibukan kami masing-masing, tetapi kami selalu mengusahakan waktu untuk bertemu.

     Malam itu aku berharap waktu akan berhenti seketika, aku ingin mendengarkan ocehan Revan lebih lama. Mendengar tawanya. Sehingga waktu tidak akan bertambah larut dan kami tidak terburu-buru untuk segera pulang. Tetapi aku juga ingin hari segera berganti  kemudian mewujudkan rencana jalan-jalan kita di banyak tempat. Mengambil momen untuk diabadikan.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 

     Aku tercengang tiba-tiba. Menghentikan jariku yg sedari tadi menari di atas keyboard tanpa bisa ku kendalikan. Ia menari bahagia. Aku menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Kemudian menghembuskan nafas berat.

“Kamu salah memilih dosen. Bukan waktu luang yg kamu dapatkan. Tapi merenggut semuanya. Kita kalah dengan ego masing-masing. Membawa ego yg sudah membatu di kepada masing-masing”

Aku tersentak, mencoba mengendalikan pikiranku agar tidak tenggelam terhadap memoriku sendiri.

“Sudah ah. Aku ngantuk” tiba-tiba aku menggerutu sendiri. Segera mencari tulisan shut down pada layar laptop. Aku melirik jam dinding berwarna pink di atas cermin kamarku. Waktu menunjukkan pukul 23.00. Aku menutup laptop dan membereskan beberapa kertas di meja belajarku. Beranjak dari kursi, segera menuju tempat tidur. Terimakasih Revan sudah menghantarkan kantuk malam ini. Aku melimbunkan tubuhku di balik selimut. Selamat tidur, semoga kamu sudah tidur di sana. Kamarku gelap.


“Kita hanya sepasang jarak yang tidak menemukan kata pulang- Adira”

0 komentar:

Posting Komentar

 

Yasmin Auralia Putri Template by Ipietoon Cute Blog Design